Seibarat pahitnya secangkir kopi yang ku sesap pagi tadi
Aromanya berbohong padaku
Kemudian mengenyah
Tapi, ku sesap juga
Menikmati sepat yang menari dalam lidah
Pahitnya larutan bubuh kopi yang membuatku tersadar
Bahwa manusia begitu naifnya
Pun.
Seibarat air yang meresap memberi jiwa pada bungaku
Mengapa air masih saja mau?
Mencintai bunga sebegitu dalamnya
Memekarkan pesonanya tanpa harga apapun
Sedangkan yang ia dapat hanyalah kemusnahan?
Lalu,
Seibarat daun yang mau saja menari bersama anginnya
Menikmati dentuman waktu menuju mautnya
Mencintai angin begitu dalam
Yang justru memberinya jalan menuju wangi tanah
Membusuk dalam kesendirian
Mati di bumi
Seibarat itu
Cinta memang tak pernah berjalan di atas logika
Seumpama itu
Sadarku bangkit dan tertawa pilu
Pahit, bukan?
Jadi, bukankah kita pun sama?
Dan bukankah rasaku dalam bisuku adalah kenaifan pula?
Bukankah..
Kita hanyalah pilinan rasa semu?
Yang berujung pada ambiguitas tanpa penyelesaian?
Tapi,
Mengapa mencintaimu masih saja terasa benar..?