Rabu, 20 Januari 2016

Dosaku

Setelah sekian lama hidup dan menemukan perasaan-perasaan baru tentang hidup, akhirnya aku tahu bahwa—dirundung keegoisan—manusia bisa melakukan banyak hal dan mengambil keputusan yang sangat salah. Pun, tentang kisah kita.
Aku tahu, jika aku mencoba untuk menjelaskan kembali apa yang sebenarnya terjadi selama tujuh tahun belakangan semenjak aku memutuskan untuk meninggalkanmu, kamu akan menganggapku tengah membela diri. Mencoba mengembalikan kesanku yang dulu selalu kamu katakan dengan tulus. Bahwa aku adalah orang yang baik hati, karena itulah kamu merasa nyaman dan mencoba mengubah haluan hubungan yang terjalin di antara kita.
Tapi, aku tidak punya motif lain yang aku sembunyikan dari tiap-tiap perkataan ini. Aku, hanya merasa bersalah padamu. Karena telah membuatmu menjadi korban dari keegoisanku atas sifat baikku.
Kamu harus tahu, bahwa tidak pernah sekalipun aku ingin menyakitimu. Karena kamu adalah laki-laki paling baik hati, paling tulus, dan paling tidak dapat membuatku pergi.
Tapi kala itu, aku hanya berfikir dari sisi yang salah dan seenaknya memutuskan untuk pergi. Dengan dalih “demi kamu”.
Usahaku untuk menjadi lebih baik dan untuk mencari jalan terbaik dari permasalahan kala itu.. hanya membawa kita menuju cerita yang seperti ini. Yang membuatmu meringis sakit hanya dengan mengingat namaku.
Maaf.
Aku hanya tidak ingin kehilangan kamu dan dia.
Kamu tahu persis seberapa pentingnya arti persahabatan bagiku. Kamu tahu persis sebagaimana sahabat-sahabatku dapat dengan mudahnya membuat hidupku lebih berwarna dan lebih bahagia. Sehingga membuat aku menjadi aku sampai hari ini. Pun, tentang dia.
Dan seandainya kamu merenungkan lebih keras, cerita yang terjadi antara kita itu.. juga berkat dia. Dia membawaku dengan ceria. Padamu. Membuat kita bersalaman dan saling menyebutkan nama. Memberi kita ruang dan waktu untuk membuat kenangan baru.
Dan aku tidak bisa hanya menutup mataku. Aku seseorang yang tidak bisa hanya berpura-pura melupakan kebaikan hati seseorang yang sangat tulus.
Tapi aku, cukup jahat dengan tidak menyadari perasaannya. Dan kamu pun tahu, bahwa ia tulus menyayangimu. Lebih dulu dan jauh lebih lama dariku. Dia pun sering diam-diam menjagamu, membantumu, berusaha memberikan yang terbaik untukmu.
Aku hanya tidak bisa diam begitu saja melihat kebaikan orang lain, dibalas dengan keadaan seperti itu, dan itu semua terjadi hanya karena seorang aku. Seseorang yang sejatinya tidak benar-benar pantas untukmu.
Malam itu—hari ini aku mengaku—aku sempat berfikir berulang kali sebelum akhirnya menghadapimu. Saat aku ingin bertahan, aku kembali teringat bahwa aku selalu saja harus membuatmu bersabar menghadapi sikapku yang terkadang menyebalkan. Sedangkan dia, dialah yang selalu bertahan dan bersabar menghadapi sikapmu yang terkadang acuh padanya. Aku hanya berfikir, bahwa jika aku mempertahankan “kita”, itu sangat tidak adil baginya. Jadi, keputusanku menjadi seperti itu.
Tanpa pernah benar-benar aku bercerita.. sejujurnya pagi itu, tanganku gemetar menggenggam ponsel dan menekan satu demi satu huruf tak bertanggung jawab yang selanjutnya membuat hatimu sakit sekian lama. Hingga tujuh tahun lamanya kamu berusaha untuk tetap membenciku.
Ya, aku berusaha untuk memecahkan kata “kita” yang kamu perjuangkan mati-matian. Seolah tidak menghargai usahamu.
Aku mengingat jelas perasaanku yang mengawang-awang saat beberapa menit setelah pesanku terkirim, ponselku berbunyi dan memperlihatkan namamu terpampang dilayarnya sebagai pemanggil. Aku pun masih ingat ragunya jariku menari di atas keypad ponsel sebelum akhirnya menekan dengan ragu tombol angkat.
“kita putus.” kataku, tanpa tedeng aling-aling. Memberimu jeda untuk mencerna kalimatku yang sangat tiba-tiba itu.
Kemudian, aku mendengar helaan nafasmu yang kecewa dengan perkataan kejamku diwaktu sepagi itu.
“Ge..”
“kita putus, Gas.”
Kamu kembali diam. Dan dengan gemetar, aku kembali mengulang perkataanku. Mati-matian menekankan nada tegas dalam suaraku yang sebenarnya parau bukan main.
“maaf, Gas. Kita putus.”
Dan tanpa menunggu jawabanmu lagi, aku memutuskan hubungan.
Kamu tak pernah tahu, bahwa kejadian itu banyak mendominasi mimpi burukku. Dirundung rasa bersalahku, aku berharap kamu akan kembali menghubungiku dan meminta penjelasanku.
Tapi, apa?
Maaf jika terdengar seperti menyalahkanmu. Tapi, seandainya saja, setelah itu kamu memintaku untuk kembali, aku pasti akan kembali.
Aku, dirundung egoku, menunggu kamu untuk memintaku kembali.
Tapi, hari itu, tak seperti kamu yang biasanya.. kamu malah tidak berusaha bertahan. Kamu tidak bisa lagi bertahan atas keegoisanku. Aku tahu, sepertinya aku telah lewat dari batas yang kamu ciptakan. Dan kamu memutuskan untuk tidak mencobanya lagi. Seakan menghukumku agar kembali mengingat kesabaranmu selama ini yang kamu berikan hanya untuk seorang aku.
Lalu akhirnya aku tahu persis alasanmu. Alasan dari lelahmu yang memuncak. Bahwa ada masalah lain dalam hidupmu yang benar-benar membuatmu jatuh. Dan aku malah menambah masalah itu.
Itu dosaku.
Maaf. Atas apa yang telah aku lakukan padamu tujuh tahun yang lalu. Dan maaf. Atas ungkapanku hari ini tentang apa yang telah terjadi selama tujuh tahun belakangan sejak kamu memutuskan untuk pergi.
Aku hanya ingin membuatmu tahu. Dan setidaknya membuatmu sedikit menghilangkan kebencianmu pada nama ini.
Maaf karena tetap membela diriku seperti ini.
Tapi, hari ini aku tidak lagi mengais kamu untuk kembali. Akhirnya aku menyadari bahwa laki-laki sebaik kamu.. memang tidak pantas untukku. Dan perempuan egois seperti aku.. tidak pantas untukmu. Tuhan Maha Adil. Mungkin itulah alasan dibalik peristiwa itu.
Fagas, aku hanya berharap Dia memberikan yang terbaik untukmu. Memberikan orang yang benar-benar pantas untukmu, perempuan yang benar-benar bisa menjaga hatimu.
Terima kasih atas kebaikan hatimu dulu dan maaf atas keegoisanku dulu.

1 komentar:

  1. New COIN CASINO Sites 2021 ᐈ New Player Exclusive Bonuses
    Get a New 인카지노 COIN CASINO Site 제왕카지노 for your gaming needs today. The หาเงินออนไลน์ latest online casino list includes a list of new COIN casinos on our site.

    BalasHapus