Aku, Geanda. Hari ini pun akan aku ceritakan perihal kamu, Fagas.
.
Lagi.
Tak ada yang spesial dengan bangku taman sekolah yang
lagi-lagi kita tempati ini. Berdua. Persis sama seperti beberapa tahun yang lalu saat
harus aku tunggu kamu lagi untuk kembali. Setelah kamu meyakinkanku bahwa
hatimu tidak akan pernah berubah. Dan meyakinkanku bahwa suatu hari nanti—saat tiba
hari dimana kita bertemu lagi—akan kamu usahakan dengan segenap bisamu untuk
membuatku mengubah hati. Melupakan dia, dan melihat hanya padamu.
Tapi, beberapa tahun yang lalu.. aku tidak berusaha untuk
mempercayaimu. Karena egoku selalu memasang tameng pelindung untuk menjaga
hatiku dari harapan semu hampir semua laki-laki. Karena ku pikir, kamu juga
pasti seperti dia.
Lalu saat lagi. Kita disini, hari ini. Aku percaya bahwa kamu
berbeda. Dan aku menyadari bahwa beberapa tahun yang lalu.. seharusnya bukan begitulah
jawabanku. Bukan kalimat penolakanlah yang aku susun dan aku jabarkan padamu. Karena
sebenarnya, hatiku tidak pernah bisa menolak keberadaanmu.
Sayangnya, saat aku sudah seyakin ini.. kamu memutuskan untuk
menyerah.
“maaf, Gea. Maaf karena rinduku masih sama.”
Lagi? Kata yang sama lagi?
Aku menahan nafas untuk sepersekian detik. Meragukan pendengaranku.
Total kehilangan seluruh guna inderaku pada detik-detik itu. Tepat setelah kamu
mengatakan beberapa patah kata yang mengandung sejuta makna.
“tapi, kali ini aku akan berhenti.” Kamu tersenyum samar
sambil perlahan menunduk. Terlihat berusaha keras untuk mendustai hatimu.
Baru saja kamu hendak memalingkan wajahmu dan berlalu, aku—tanpa
kesadaran penuh—memanggilmu dengan suara gemetar karena degupan jantungku yang
bertambah kelipatannya.
“Gas.”
Kamu mengangkat wajahmu dan menatapku dengan tatapan penuh
tanda tanya.
“um..” sejenak aku kehilangan kata. Sebelum akhirnya dengan
yakin membalas tatapanmu, “iya, Gas, iya. Seharusnya kamu berhenti.”
Aku sedikit goyah begitu melihat tatapanmu yang bercampur
dengan sedihmu. Tapi akhirnya, tetap kulanjutkan pengakuanku dengan sisa-sisa
keberanianku.
“berhenti ikutin aku kesana-kemari. Berhenti mengusahakan yang
terbaik buat aku dan lantas mengorbankan kebahagiaan kamu. Berhenti menunggu. Jangan
berusaha selalu ada untuk orang kayak aku.” Aku menarik nafas dalam-dalam, “berhenti,
Gas. Kali ini, biar aku yang mengejar kamu.”
.
.
.
Terhitung tahunan aku mencintaimu sebesar ini.
Walau selalu ada saja saat jatuh bangunku dalam meyakinkan
hatiku bahwa perasaan ini tidak akan salah. Dan perasaan ini akan membawaku
menuju akhir bahagia yang dulu selalu aku impikan. Ibarat dongeng kita dulu
yang aku ceritakan padamu dengan suara melengking khas anak kecil.
Kisaran waktuku untuk sibuk mencintaimu.. mungkin lebih lama
dari kisaran waktumu jatuh cinta padaku. Tapi, kamu tidak akan pernah tahu.
Part I: http://fxdstar28.blogspot.co.id/2015/09/teruntuk-kamu.html
Part I: http://fxdstar28.blogspot.co.id/2015/09/teruntuk-kamu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar