Kamis, 14 Juli 2016

Teruntuk: Kamu (Part II)

Aku, Geanda. Hari ini pun akan aku ceritakan perihal kamu, Fagas.
.
Lagi.
Tak ada yang spesial dengan bangku taman sekolah yang lagi-lagi kita tempati ini. Berdua. Persis sama seperti beberapa tahun yang lalu saat harus aku tunggu kamu lagi untuk kembali. Setelah kamu meyakinkanku bahwa hatimu tidak akan pernah berubah. Dan meyakinkanku bahwa suatu hari nanti—saat tiba hari dimana kita bertemu lagi—akan kamu usahakan dengan segenap bisamu untuk membuatku mengubah hati. Melupakan dia, dan melihat hanya padamu.
Tapi, beberapa tahun yang lalu.. aku tidak berusaha untuk mempercayaimu. Karena egoku selalu memasang tameng pelindung untuk menjaga hatiku dari harapan semu hampir semua laki-laki. Karena ku pikir, kamu juga pasti seperti dia.
Lalu saat lagi. Kita disini, hari ini. Aku percaya bahwa kamu berbeda. Dan aku menyadari bahwa beberapa tahun yang lalu.. seharusnya bukan begitulah jawabanku. Bukan kalimat penolakanlah yang aku susun dan aku jabarkan padamu. Karena sebenarnya, hatiku tidak pernah bisa menolak keberadaanmu.
Sayangnya, saat aku sudah seyakin ini.. kamu memutuskan untuk menyerah.
“maaf, Gea. Maaf karena rinduku masih sama.”
Lagi? Kata yang sama lagi?
Aku menahan nafas untuk sepersekian detik. Meragukan pendengaranku. Total kehilangan seluruh guna inderaku pada detik-detik itu. Tepat setelah kamu mengatakan beberapa patah kata yang mengandung sejuta makna.
“tapi, kali ini aku akan berhenti.” Kamu tersenyum samar sambil perlahan menunduk. Terlihat berusaha keras untuk mendustai hatimu.
Baru saja kamu hendak memalingkan wajahmu dan berlalu, aku—tanpa kesadaran penuh—memanggilmu dengan suara gemetar karena degupan jantungku yang bertambah kelipatannya.
“Gas.”
Kamu mengangkat wajahmu dan menatapku dengan tatapan penuh tanda tanya.
“um..” sejenak aku kehilangan kata. Sebelum akhirnya dengan yakin membalas tatapanmu, “iya, Gas, iya. Seharusnya kamu berhenti.”
Aku sedikit goyah begitu melihat tatapanmu yang bercampur dengan sedihmu. Tapi akhirnya, tetap kulanjutkan pengakuanku dengan sisa-sisa keberanianku.
“berhenti ikutin aku kesana-kemari. Berhenti mengusahakan yang terbaik buat aku dan lantas mengorbankan kebahagiaan kamu. Berhenti menunggu. Jangan berusaha selalu ada untuk orang kayak aku.” Aku menarik nafas dalam-dalam, “berhenti, Gas. Kali ini, biar aku yang mengejar kamu.”
.
.
.
Terhitung tahunan aku mencintaimu sebesar ini.
Walau selalu ada saja saat jatuh bangunku dalam meyakinkan hatiku bahwa perasaan ini tidak akan salah. Dan perasaan ini akan membawaku menuju akhir bahagia yang dulu selalu aku impikan. Ibarat dongeng kita dulu yang aku ceritakan padamu dengan suara melengking khas anak kecil.
Kisaran waktuku untuk sibuk mencintaimu.. mungkin lebih lama dari kisaran waktumu jatuh cinta padaku. Tapi, kamu tidak akan pernah tahu.



Part I: http://fxdstar28.blogspot.co.id/2015/09/teruntuk-kamu.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar